Eceng gondok yang memiliki nama ilmiah Eichhornia crassipes merupakan salah satu tumbuhan air yang banyak tumbuh di permukaan rawa tersebut. Meskipun daun pada tumbuhan ini sudah difungsikan sebagai pakan kerbau (ternak) dan untuk menyaring air yang berada di dalam keramba, tetapi keberadaannya yang berlimpah belum dikelola dengan baik bisa jadi mengganggu ekosistem sungai karena eceng gondok yang mati dapat menimbulkan pendangkalan pada sungai sehingga dapat mengganggu jalannya transportasi air. Padahal dengan keberadaannya yang melimpah, penduduk yang bermukim di daerah tersebut dapat menjadikannya sebuah kerajinan tangan atau pupuk yang bernilai ekonomis dari serat tumbuhan yang dikandungnya dan dapat hingga menembus pasar internasional. Sebenarnya tanaman ini memiliki manfaat yang cukup bernilai di berbagai bidang, di antaranya di bidang ilmu kedokteran, sebagai peluang ekspor, dan ajang bisnis bagi wirausahawan. Idealnya eceng gondok tinggal di air yang keruh, bukannya di air jernih. Eceng gondok dapat mengikat unsur logam dalam air yang ditinggalinya. Tanaman ini dapat menyerap logam Kadmium (Cd) sebanyak 1,35 mg/g, Merkuri (Hg) seberat 1,77 mg/g, dan Nikel (Ni) seberat 1,16 mg/g apabila logam tidak bercampur dengan logam lain. Jika bercampur dengan logam lain, Cd dapat menyerap 1,23 mg/g, Hg seberat 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat keringnya. Eceng gondok juga bisa digunakan untuk pupuk. Yakni pupuk hijau yang juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Nagara.
Disamping itu, masih ada manfaat dari eceng gondok yang belum terealisasi, diantaranya Eceng gondok dapat dikembangkan menjadi bahan baku barang-barang kerajinan seperti anyaman tikar, tas, pernak pernik atau hiasan rumah lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan ekspor. Dari hasil pemikiran tersebut, diharapkan dapat membuat kota Nagara dikenal secara luas. Campur tangan dari pemerintah sangatlah diharapkan, hal yang membanggakan sekali apabila salah satu hasil kerajinan ini sampai menginjak pasar luar negeri.
Hasil penelurusuran di rawa tersebut, masyarakat di sana memanfaatkan rawa sebagai tempat peternakan kerbau rawa. Dalam konsep ini, yang membahas mengenai kotoran dari kerbau rawa ini yang kurang dikelola dengan baik. Menurut hasil observasi yang telah dilakukan, pemanfaatan hanya digunakan sebagai pupuk untuk pertanian. Itu pun hanya sebagian dibandingkan berapa banyak yang dibuang ke rawa begitu saja. Padahal, kotoran kerbau memiliki manfaat yang perlu dikembangkan kedepannya dan seiring penipisan Sumber Daya Alam khususnya minyak bumi dan batu bara yang sekarang dikeruk habis-habisan diharapkan pemanfaatan kotoran kerbau ini sebagai energy alternative dapat membatu dalam efisiensi penggunaan SDA. Kotoran kerbau dapat dimanfaatkan menjadi biogas dan dapat diolah sebagai briket seperti briket batubara pada umumnya.
Perjalanan berlanjut ke daerah Loksado, di mana disana aliran sungai (DAS) Amandit di tinjau. Hasil yang di dapatkan di aliran sungai ini adalah tentang pencemaran air. Air akan dikatakan tercemar jika terjadi perubahan kandungan, keadaan dan warna. Pencemaran air dilakukan secara sengaja atau tidak. Adapun bahan-bahan yang di ketahui akan mencemari air antara lain adalah sampah, limbah pabrik, minyak, kotoran ternak dan manusia dan pencemaran air yang disebabkan karena pengerukan tanah oleh para petani untuk menggarap sawah, lalu terjadi pengikisan lapisan tanah yang mengakibatkan air menjadi keruh. Permasalahan sekarang adalah pencemaran air yang menyebabkan kesehatan manusia terganggu, telah di ketahui bersama bahwa saat ini kondisi air sungai di Kalimantan Selatan sudah tercemar zat berbahaya bagi kesehatan manusia, yaitu dapat merusak sel saraf otak, menebabkan kanker dan tumor otak. Adapun zat berbahaya itu antara lain berupa logam berat seperti timbal, besi, air raksa, emas dan merkuri.